8.20.2015

>> PELUKIS MAESTRO DUNIA FRANCISCO GOYA BERDAYA KRITISI TAJAM


Di negeri kita, Indonesia, kita mengenal beberapa tokoh pelukis istana. Mulai dari Basuki Abdullah yang di samping menjadi pelukis istana Presiden Soekarno juga pernah sebagai pelukis istana ratu Sirikit di Thailand.

Kemudian ada nama-nama yang lain seperti Dullah dan Lim Wasim yang cukup lama selaku pelukis istana di negeri kita. Tugas mereka selain memelihara dan merawat karya-karya yang dikoleksi istana, juga menciptakan karya-karya baru baik atas keinginannya sendiri maupun oleh order dari "atas", misalkan dari perintah tuan presiden.

Tentu saja, seorang pelukis istana telah diangkat menurut kriteria pilihan secara amat silektif berdasarkan keahliannya. Harus punya observasi dan orientasi yang tekun di seputar pengamanan karya-karya senirupa lingkungan istana. Dan senantiasa loyal alias taat terhadap setiap kehendak "tuan rumah" penghuni istana. Berarti kemapanan status selaku pelukis istana di sisi penguasa nomer satu negara RI, telah dimilikinya.

Sebagai pengganti atau tukaran label seniman bohemian liberal yang bisa semaunya sendiri bebas berekspresi. Bahkan jauh melebihi, ibarat pegawai negeri tetap, yang mungkin dirangkap si seniman. Tanggung jawabnya terdisiplin ketat di bawah aturan istana.

Nah, kali ini kita menengok sebagai pembelajaran, penampilan seorang pelukis istana kaliber dunia yang terkenal dalam sejarah. Sebagai tokoh kontroversial di luar kelaziman tersebut di atas. Sebut nama kepanjangannya Francisco Jose de Goya y Lucientes atau jika disingkat Francisco Goya, tokoh perupa Spanyol yang termasyhur disekitar abad 17-18.

Memang seorang figur seniman besar rata-rata punya prinsif dan karakter yang kuat. Wong namanya seniman besar,manusia terkenal aneh menakjubkan luar biasa. Sejak dalam perut ibunya telah ditakdirkan hidup dengan kebebasan individu yang tak gampang terbeli oleh siapa pun. Seperti misalkan tokoh perupa digdaya Meksiko Diego Rivera. Dengan nyali kokoh tetap bergeming menolak perintah "boss" si pemesan order Rockefeller untuk menghapus potret Lenin dalam karyanya. Walaupun lewat resiko putus kontrak dalam biaya jutaan dollar.

Tapi Goya lebih nekad dan berani lagi menurut konteks zamannya. Tatkala selaku pelukis istana yang dihormati karena kewibawaannya. Ternyata lewat kepekaan atas nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang dianutnya sebagai pegangan hidup. Ia dengan menggunakan kuas penggores kanvas dan etsanya, mengkritisi dengan tajam tingkah polah kemesuman, keserakahan dan tindak korupsi sang raja bersama keluarga dan kerabatnya yang menghuni seputar istana.

Francisco Goya lahir di Fuendetodos Aragon, tanggal 30 Maret 1746. Tahun 1773 ia menikah dengan Josefa dari keluarga Francisco Bayeu, yang kelak mendorong Goya dengan kepiawaian bakat senirupanya yang luar biasa, masuk Royal Academy of Fine Art. Sebagai cikal bakal mengawali jejak langkahnya menapak tangga istana Carlos (Charles) III selaku pelukis istana.

Di bawah kekuasaan raja Carlos III inilah merupakan musim semi masa kejayaan Goya di awal kariernya berperan menjadi pelukis kesenangan raja. Sehingga dengan rasa gembira dan hati cerah-ceria ia berkarya sebebasnya penuh inovasi dan inspirasi yang segar dan kaya. Di masa periode awal ini, lahir pelbagai karya-karya Goya yang kebanyakan bernuansa kemewahan aristokratis. Juga tentang kemegahan penguasa monarkhi Spanyol dengan tampangnya yang gagah dan arogan. Permaisuri dan nyonya penjabat istana bersama keluarganya dengan berbagai pose dan gaya. Semua dilukiskan Goya dengan modal tehnik realisme barok dan sentuhan akademis yang piawai. Melalui potret-potret figur di atas kanvasnya yang cukup mengagumkan bagi si pemesannya.

Maka pada kesempatan inilah Francisco Goya menghasilkan karya nude "Princess Alba" yang terkenal dalam sejarah itu. Suatu penampilan potret telanjang dari seorang ratu keluarga kerajaan yang berpose sebagai "model" sedang berbaring, baik dalam posisi nude maupun diliputi pakaian penutup tubuh. Anda bisa membuktikan sendiri jika menyaksikan lukisan nude Goya ini, di antara karya hasil imajinasi seni dan pornografi. Karya seni yang membedakan dengan pornografi tergantung dari pendekatan dan pengkhayatan niat seniman terhadap model nudenya. Dalam melukiskan nuansa kekaguman atas keindahan sosok tubuh manusia selaku mahluk alam "ciptaan Tuhan", tentu aura pesonanya sangat berbeda dengan hasil karya porno yang vulgar.

Selain karya-karya potret figur, selama periode ini Goya tak lupa mengangkat tema-tema tentang kehidupan rakyat Spanyol lewat banyak lukisan-lukisan taferilnya yang meriah. Keramaian carnaval, pesta-pesta rakyat dan pertunjukan tradisional adu matador dengan banteng-banteng yang ganas. Pemandangan (landscape ) alam Spanyol dengan panorama kawasan "andalusia" nya yang kemudian pernah didendangkan oleh puisi penyair Lorca dengan indah. Tak luput dari tangkapan sapuan "brush-stroke" kwas dan paletnya Goya yang berkelebat secara sangat produktif.

Setelah musim semi dari masa kejayaan Goya yang cerah ceria berlalu, maka pada gilirannya tibalah masa suram Goya.  Bahkan lebih kelam dan pekat oleh warna-warna gelap yang menggelimangi kanvas lukisan-lukisannya. Perubahan yang tragis itu terjadi dengan pergantian kekuasaan di istana kerajaan dengan naik tahtanya Carlos (Charles) IV. Raja yang baru ini sangat bertolak belakang dengan Carlos III selaku penguasa terdahulu yang telah digantikan.

Dibawah kerajaan Carlos IV yang zalim dan korup, pelukis Francisco Goya yang berjiwa republiken semakin mematangkan pemikiran politis dalam dirinya selaku seorang pelukis istana yang masih terpercaya. Dimana sesungguhnya ia menjadi pejuang pembela kebenaran dan keadilan yang beroposisi secara diam-diam. Bagaikan duri yang runcing bersarang tersembunyi di tubuh istana kerajaan Carlos IV yang kacau balau. Penuh kemesuman, keserakahan korupsi, dan mabok keasyikan hidup berfoya-foya dengan kemewahan yang amat memuakkan.

Pada tahun 1799 muncullah kemudian seperangkat karya-karya sketsa Goya dengan judul "Los Caprichos" secara eksplosif mengungkapkan alias menelanjangi kebobrokan istana kerajaan Carlos IV. Dengan gaya karikatural sketsa-sketsa Goya telah dipenuhi muatan daya kritisi panah-panah satiristik atau sindiran tajam tanpa terlepas dari humor-humor getir yang keji dan menjijikkan. Nuansa perang melawan ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan Goya melalui senjata karya senirupanya, bukan berarti tanpa ancaman bahaya. Justru karena kedudukannya selaku pelukis istana yang tenar, sering kali ia terselamatkan dari ancaman pengadilan dan tuntutan pidana. Tapi, tentu saja tak bisa diabaikan atas kelihaiannya sendiri dalam peran memainkan siasat berpolitik. Di antara statusnya selaku pelukis istana dengan tingkah laku dan jejak langkahnya sebagai seniman pejuang pembela kebenaran dan keadilan.

Semula Francisco Goya yang berpolitik selaku kaum republiken bersikap mendukung, tatkala Napoleon Bonaparte dari Perancis menginvasi Spanyol pada tahun 1808. Dengan alasan, pada awalnya Goya dapat berharap kedatangan Perancis mungkin dapat membantu perubahan reformasi atas kebobrokan kerajaan Spanyol yang telah semakin parah. Namun, ternyata Perancis melakukan pendudukan selaku penjajah yang sangat kejam menindas rakyat Spanyol. Dengan demikian, Goya kembali angkat senjata senirupanya untuk melawan penjajahan Perancis. Betapapun ia masih dimanfaatkan selaku pelukis istana. Ketika Joseph Bonaparte yang diangkat mewakili saudaranya Napoleon Bonaparte, menunjuk Ferdinand VII sebagai penguasa perpanjangan tangan dari koloninya. Bukti perjuangannya membela tanah air dalam perlawanannya terhadap penjajahan Perancis, telah dinyatakan Goya lewat karya etsa dan lukisan kanvasnya "Los Disparates." Yang mengandung muatan kritik sosial yang tajam atas penindasan penjajah Perancis terhadap rakyat Spanyol yang banyak menderita korban kematian, kelaparan dan kebodohan.

Begitu pula pada tahun 1814 Francisco Goya telah menciptakan karyanya yang gigantik "Pembantaian May 1808" (The Third of May) tentang kekejaman pasukan penjajah mengeksekusi para pejuang rakyat Spanyol. Karya Goya yang satu ini, dari segi nafas dan semangatnya, tak ada bedanya dengan "Guernica" Pablo Picasso, atau "Gugurnya seorang martir Revolusi" Diego Rivera dan "Peristiwa Djengkol"nya Amrus Natalsya. Kehadiran ketiga mereka dalam sejarah, laksana  kekuatan trisula, mewakili tiga benua dari era yang berbeda. Mereka dipersatukan secara sinergis melekat sebagai ujung tombak untuk menentang kekerasan,penindasan, ketidak-adilan, tirani, despotisme, militerisme dan fasisme di dunia.

Usia senja Francisco Goya banyak dihabiskan selama masa pengasingannya di Bordeaux (Perancis) sambil menghasilkan karya-karya kenangannya
atas tanah airnya yang amat dicintainya Spanyol. Hingga disana itu pula ia akhirnya wafat pada tanggal 16 April 1828.

Biografi dan lukisan Francisco de Goya

Sumber


JAVADESINDO Art Gallery
Lelang karya pelukis master


No comments: