Translate

4.06.2025

>> Lukisan " Garuda mencabik tikus " hadir sebagai sebuah karya seni yang menggugat, menyeru, dan mengingatkan

Judul: Garuda mencabik tikus
Pelukis: Heno Airlangga
Ukuran: 150cm x 100cm
Media: Cat Akrilik diatas kanvas
Tahun: 2025
Harga: Rp.65.000.000;


ULASAN KURATORIAL


Pendahuluan: Sebuah Panggilan Moral Lewat Imaji Mitologis

Di tengah krisis kepercayaan terhadap figur pemimpin, “Garuda Mencabik Tikus” hadir sebagai sebuah karya visual yang menggugat, menyeru, dan mengingatkan. Heno Airlangga, dalam tradisi realisme simbolik yang tajam, mengangkat mitologi dan ikon budaya untuk membongkar realitas kontemporer. Melalui bahasa visual yang menggelegar, lukisan ini tidak hanya menawarkan keindahan rupa, tapi juga membawa narasi perlawanan terhadap kemunafikan dan korupsi.


Simbolisme Visual: Pertarungan Arketipal antara Kebenaran dan Kejahatan

Pusat visual dari karya ini adalah sosok Garuda, makhluk mitologis yang juga menjadi lambang negara Indonesia. Garuda di sini tidak hadir dalam bentuk statis atau simbol administratif, melainkan digambarkan secara hidup dan agresif—dengan mata menyala, cakaran terangkat, dan bulu-bulu keemasan yang bergelora. Sosok ini bukan hanya merepresentasikan kekuatan dan keberanian, tetapi juga kebangkitan moral yang tak ragu bertindak.

Di bawah cengkeramannya, seekor tikus berdasi dengan jas lengkap tampak panik dan ketakutan. Tikus ini bukan hanya binatang, melainkan simbol dari pejabat atau elite korup yang menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Pakaian formalnya menjadikan sosok ini sebagai metafora dari mereka yang berpakaian rapi, tetapi bermental kotor. Tubuhnya dicabik sebagai simbol pembalasan dari kekuatan kebenaran.

Yang menarik, di sudut kanan bawah terdapat tikus lain yang mengamati dengan tatapan waspada, tidak ikut terseret konflik, namun hadir sebagai simbol dari kelicikan yang masih bersembunyi. Ini menunjukkan bahwa meskipun satu koruptor telah dihukum, sistem belum sepenuhnya bersih—perjuangan belum selesai.


Latar dan Atmosfer: Langit yang Mendung, Cahaya Keadilan

Langit dalam lukisan ini tampak gelap dan bergejolak, dipenuhi petir yang menyambar. Ini bukan sekadar efek dramatis, melainkan perlambang alam semesta yang turut menggugat ketidakadilan. Petir yang menyambar menjadi metafora dari "pencerahan yang menghantam", bahwa kebenaran terkadang datang dengan kekuatan destruktif yang memulihkan tatanan moral.

Tekstur tanah yang tercabik, cabang-cabang yang patah, dan suasana badai di bawah Garuda memperkuat rasa urgensi dan kekacauan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Namun dari kekacauan itulah, sebuah tatanan baru bisa dilahirkan.


Garuda sebagai Figur Kepemimpinan Ideal

Dalam budaya Indonesia, Garuda bukan sekadar lambang negara. Ia merupakan simbol dari pemimpin yang bijaksana, berani, dan berwawasan luas. Dalam konteks karya ini, Garuda mewakili rakyat yang terbangun, pemimpin yang sadar akan tanggung jawab moralnya, atau bahkan kekuatan alamiah dari kebenaran itu sendiri. Tidak ada kompromi dalam gerakannya. Ia tidak menegur, tidak memperingatkan—ia bertindak.

Atribut-atribut emas yang dikenakan Garuda bukan lambang kekuasaan kosong, tetapi mencerminkan warisan luhur, nilai-nilai kebajikan, dan kekuatan spiritual yang dijaga dalam memimpin. Hal ini menjadi antitesis dari koruptor-tikus yang mengenakan jas mahal namun mengotori nilai-nilai bangsa.


Kritik Sosial dan Relevansi Kontemporer

“Garuda Mencabik Tikus” berbicara dengan lantang dalam konteks Indonesia kontemporer, bahkan secara universal di banyak negara yang sedang berjuang melawan penyakit struktural bernama korupsi. Lukisan ini tidak hanya menjadi ekspresi kemarahan, tetapi juga seruan akan transformasi.

Heno Airlangga secara tegas menyatakan bahwa seni tidak boleh diam, dan bahwa kanvas bisa menjadi medan perjuangan untuk menyalurkan suara rakyat. Dalam dunia yang sering kali dikaburkan oleh retorika, manipulasi citra, dan kekuasaan yang korosif, karya ini menegaskan bahwa kebenaran tetap memiliki sayap, dan kebenaran akan mencabik yang jahat.


Kesimpulan: Ketika Garuda Tak Lagi Diam

"Garuda Mencabik Tikus" bukan sekadar lukisan; ia adalah pernyataan politik, moral, dan budaya yang dikemas dalam bahasa visual yang kuat dan memukau. Heno Airlangga dengan jitu menjadikan kanvas sebagai medan perlawanan, di mana simbol-simbol nasional dan arketipal disusun ulang untuk menyuarakan kebenaran yang barangkali terlalu getir jika hanya disampaikan dengan kata-kata.

Dalam dunia yang dipenuhi absurditas birokrasi dan kemunafikan elite, lukisan ini hadir sebagai terompet peringatan bahwa bangsa ini tidak bisa terus-menerus ditidurkan oleh janji dan tipu muslihat. Garuda, yang selama ini hanya terpajang di dinding sebagai lambang administratif, dihidupkan kembali sebagai makhluk yang sadar dan bertindak. Ia bukan hanya simbol, tetapi pelaku—eksekutor keadilan.

Sebaliknya, tikus-tikus berdasi adalah cerminan dari wajah-wajah korupsi yang berlindung di balik struktur, protokol, dan kekuasaan. Mereka tampil rapi, berbicara manis, namun terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan rakyat. Kehancuran bukan datang dari luar, tetapi dari tikus-tikus ini yang terus menggali lubang dalam fondasi bangsa.

Karya ini menolak menjadi netral. Ia berpihak—dan justru di sanalah kekuatannya. Ia berpihak pada nilai, pada kejujuran, pada keberanian untuk bertindak saat yang lain memilih diam. Ia adalah cermin yang menampilkan wajah pahit dari realitas, namun juga lentera yang menyorot jalan keluar: bahwa untuk menyelamatkan bangsa, dibutuhkan keberanian setajam cakar Garuda.

Lukisan stok tersedia, lukisan berkualitas karya seni tinggi pelukis master terkenal Heno Airlangga, lukisan dilengkapi sertifikat keaslian lukisan bertanda tangan pelukis langsung,  JAVADESINDO Art Gallery melayani pemesanan dan pengiriman lukisan ke seluruh Indonesia, gratis ongkos kirim.

Informasi dan pemesanan:
Email: javadesindo@gmail.com
Tep-Whatsapp: 081329732911

No comments: