Dengan teknik realisme ekspresif yang dipelintir ke arah karikatural, Heno menghadirkan sosok yang “jatuh dari langit kesombongan ke tanah kenyataan”. Lelaki ini jelas adalah tokoh yang—mungkin lima menit sebelum adegan ini—masih berjalan petentang-petenteng di trotoar kehidupan, merasa dirinya alpha di antara beta. Tapi sekarang, ia duduk lunglai seperti boneka benjol, matanya yang lebam seakan berkata, “Salah sendiri, Bro.”
Warna latar yang polos mempertegas ketelanjangan situasi: tidak ada kemegahan, tidak ada adegan aksi, hanya dampak dari kebodohan yang dipoles dengan percaya diri. Kostumnya formal, tapi tubuhnya jelas tak lagi sanggup menjaga performa; sebuah metafora jenaka tentang betapa penampilan sering kali terlalu jauh dari isi kepala.
Pesan moral? Jelas dan lucu: dunia tidak peduli seberapa tajam ujung dasimu atau seberapa tegap postur sombongmu—kalau kamu terlalu percaya diri tanpa isi, realita akan mengepalkan tinju dan menyambutmu seperti ini. Lukisan ini adalah tawa getir tentang maskulinitas rapuh, tentang kepercayaan diri yang tidak berpijak pada kapasitas, dan tentang betapa lucunya kita saat merasa paling benar, sampai akhirnya... ya, seperti ini.
Singkatnya, ini adalah poster boy dari kalimat bijak:
No comments:
Post a Comment