2.12.2017

>> CERITA DIBALIK LUKISAN LEGENDA KARYA BASUKI ABDULLAH

Lukisan “Pertempuran Gatotkaca dan Antasena” merupakan salah satu lukisan Basoeki Abdullah yang terkenal, dan sekaligus turut menjadi titik awal kiprahnya dalam dunia lukis. Pada tahun 1933, Prof. Wolff Schoemacher, seorang guru besar anatomi di Tecnische Hoogeschool Bandung, memberikan kesempatan kepada Basoeki Abdullah untuk memamerkan sebuah lukisan di Jaarbeurs atau Pekan Raya Bandung. Ini merupakan kesempatan langka bagi para pelukis Indonesia karena biasanya yang mengikuti pameran Jaarbeurs adalah para pelukis Eropa saja.

Kesempatan yang diberikan Prof. Wolff Schoemacher tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh Basoeki Abdullah. Untuk mengikuti pameran lukisan ini Basoeki Abdullah membuat sebuah lukisan besar yang terinspirasi dari Wayang Jawa, yang menceritakan kisah tentang perang antara Gatotkaca dan Antasena untuk memperebutkan Dewi Sembadra. Pemilihan tema lukisan tersebut dikarenakan Beliau tumbuh dalam lingkungan Keraton Surakarta yang akrab dengan dunia wayang.

Antasena adalah nama salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah Mahabharata karena merupakan ciptaan para pujangga Jawa. Antasena merupakan anak dari Bima dengan Putri Naga yang bernama Nagagini, dan mampu hidup di dalam air dan di berbagai perairan.  Sedangkan Gatotkaca adalah seorang tokoh dalam cerita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Harimbi) dan berasal dari Bangsa Rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa.

Basuki Abdullah "Peperangan antara Gatutkaca dan Antasena" Cat minyak diatas kanvas, 200cm x 300cm

Pada lukisan ini dicitrakan kedua anak Bima tersebut sedang bertarung mengadu kesaktiannya. Basoeki Abdullah sangat mungkin terinspirasi dari cerita wayang lakon Sebrada Larung. Secara ringkas cerita tersebut digambarkan sebagai berikut.

Dikisahkan pada suatu waktu Dewi Sembadra (Istri Arjuna) sedang sendirian di Istana Madukara. Kemudian datanglah Burisrawa (salah seorang Kurawa) yang sangat mencintai Dewi Sembadra, Ia lalu mengancam Dewi Sembadra untuk melayaninya. Namun tentu saja Dewi Sembadra menolak. Akhirnya Dewi Sembadra ditusuk keris oleh Burisrawa hingga meninggal.

Ketika Arjuna datang, ia menemukan jika istrinya telah meninggal. Seluruh istana pun gempar, bahkan hingga ke seluruh Kerajaan Indraprastha. Para Pandawa mencari-cari siapa pembunuh Dewi Sembrada, namun tidak dapat diketahui. Maka dipanggilah penasehat para Pandawa, yakni Kresna. Menurut Kresna jenazah Dewi Sembadra sebaiknya dimasukan ke dalam perahu dan dihanyutkan di Sungai Gangga. Gatotkaca harus terbang di angkasa untuk mengawasinya, siapapun manusia yang mendekati perahu berisikan jenazah Dewi Sembadra, maka dialah pembunuh Sang Dewi.

Diceritakan pada saat itu Antareja juga sedang mengembara di Sungai Gangga mendekati Indraprastha untuk mencari ayahandanya. Sambil menyelam ia mendekati perahu yang hanyut berisi jenazah Dewi Sembadra. Ia terkejut melihat isi perahu, ia merasa kasihan melihat seorang putri yang telah meninggal, maka dengan kesaktiannya Dewi Sembadra pun berhasil dihidupkan kembali.

Sementara di Angkasa Gatotkaca sedang terbang, ia melihat seorang ksatria berkulit hijau dan bersisik mendekati perahu Dewi Sembadra. Tanpa berpikir panjang ia segera menerjang Antareja karena menduga Antareja adalah pembunuh Dewi Sembadra. Adegan pertarungan antara Gatotkaca dan Antareja itulah yang kemudian divisualisasikan oleh Basoeki Abdullah dalam lukisannya.

Lukisan yang beberapa hari kemudian dipamerkan di Jaarbeurs Bandung tersebut mengundang kekaguman dari banyak pengunjung. Semburan api dan kilatan halilintar dalam lukisan itu sepertinya menghipnotis setiap pengunjung yang melihatnya.

Gaya lukisan tersebut adalah realisme. Warna putih yang mengesankan air, dilukis secara ekspresif dengan gerakan ke atas, sedangkan warna merah dengan oranye dan kuning menunjukan sedang marah. Basoeki juga turut menguasai percampuran warna yang diolah secara cermat, sehingga menghasilkan warna-warna yang matang. Lukisan ini cenderung menampilkan gaya realis-ekspresif.

Dapat dikatakan pelukis sangat menguasai teknik pencahayaan. Hal ini dapat diamati pula pantulan-pantulan cahaya optis pada objek keseimbangan dalam menempatkan objek dalam bidang lukis bersifat simetris, dengan posisi objek atas bawah, suatu pertunjukan dari tokoh imajiner, yang sudah melegenda di tanah Jawa. Menurut para ahli, wayang adalah ensiklopedia orang Jawa, karena pada cerita wayang terkandung suri tauladan yang bisa dijadikan pelajaran bagi umat manusia.

No comments:

Post a Comment