12.28.2017

>> KARYA PELUKIS INDONESIA TERMAHAL TAHUN 2017, ADA YANG RP. 19 MILIAR, WOW...

Karya seni, khususnya lukisan, memiliki nilai serta harga yang tidak bisa dibatasi, mulai dari kelas puluhan ribu rupiah hingga puluhan miliar rupiah hanya untuk sebuah lukisan, semuanya sah-sah saja, para kolektor atau pecinta seni merasa bangga dan puas meski harus mengeluarkan uang puluhan miliar demi sebuah lukisan yang di inginkanya.

Sedangkan masyarakat awam seni, hanya bisa geleng kepala pusing tujuh keliling, mengapa itu bisa terjadi, mau tanya pada rumput yang bergoyang pun juga tidak tahu, jawabanya mungkin bisa ditemukan pada ulasan di bawah ini.

Dari 10 lukisan kontemporer termahal, tujuh di antaranya didominasi oleh dua seniman saja yaitu Christine Ay Tjoe dan I Nyoman Masriadi.

Small Flies and Other Wings (2013) karyanya Christine Ay Tjoe menjadi yang termahal menyusul dua karya lainnya The Freedom Process (2014) dan Black and the Small White (2014). Berikut daftar lengkap 10 lukisan kontemporer Indonesia termahal 2017:

1. Small Flies and Other Wings (2013) – HK$ 11.720.000 (US$ 1.503.676)

Small Flies and Other Wings terjual di balai lelang Phillips Hong Kong pada 28 Mei 2017 di harga HK$ 11.720.000. Kali ini Christine Ay Tjoe memprovokasi sikap kita kepada kematian melalui bangkai lalat yang dikerumuni oleh kawanannya yang masih hidup. Seperti serangga yang tertarik dengan keberadaan cahaya demikian juga manusia mendekat pada kehidupan yang pada akhirnya hanya menjanjikan kematian.


2. The Freedom Process (2014) – HK$ 4.420.000 (US$ 565.848)

The Freedom Process karya Christine Ay Tjoe (1973) terjual di balai lelang Sotheby’s Hong Kong di angka HK$ 4.420.000 pada 30 September 2017. The Freedom Process bercerita tentang naluri manusia menghadapi ketakutan dan keinginan untuk mencapai kebebasannya.


3. Black and the Small White (2014) – HK$ 3.580.000 (US$ 460,386)

Masih dengan tema kerapuhan dan perjuangan antara kejahatan dan kebaikan Black and the Small White karya Christine Ay Tjoe sangat menawan dari sisi teknis dan komposisi warna. Karya ini terjual seharga HK$ 3.580.000 di Sotheby’s Hong Kong, 02 April 2017.


4. Old Master (Anger of Samuro) (2016) – HK$ 2.500.000 (US$ 320.050)

Old Master (Anger of Samuro) terjual seharga HK$ 2.500.000 di Sotheby’s Hong Kong pada 30 September 2017. Seperti pada karya sebelumnya The Old Master (Snapping Provocation of Samuro), I Nyoman Masriadi mengangkat tokoh Samuro yang dilucuti dari baju besinya mengenakan kalung gigi dan anting-anting. Sebuah personifikasi yang mendekatkan diri pada budaya Indonesia.


5. Death Clock (2015) – HK$ 2.006.000 (US$ 256.888,36)

Death Clock terjual di Seoul Auction Hong Kong 26 November 2017 di angka HK$ 2.006.000. Pada karya ini, I Nyoman Masriadi terinspirasi kompleksitas masyarakat Indonesia yang sudah bercampur dengan kebudayaan barat. Masriadi memang senang menggabungkan lebih dari satu konsep baik tempat maupun waktu untuk menghasilkan satu karya.


6. The Old Master (Snapping Provocation of Samuro) (2016) – HK$ 1.750.000 (US$ 225.050)

Karya-karya I Nyoman Masriadi (1973) seringkali menggambarkan sosok manusia super, bisa jadi ini karena kegemarannya bermain video game. Karyanya The Old Master (Snapping Provocation of Samuro) terjual seharga HK$ 1.750.000 di Sotheby’s Hong Kong pada 02 April 2017.

Kali ini I Nyoman Masriadi mengangkat tokoh game Samuro ke dalam lukisannya dan menggambarkan ketangguhan dan semangat pantang menyerah yang di satu sisi juga menanggung penderitaan akan pengalaman pertempurannya.


7. Origen’s Gambit (2016 -2017) – HK$ 1.750.000 (US$ 224.105)

Tidak seperti pelukis Bali kebanyakan, Gede Mahendra Yasa tidak pernah mengambil ikon-ikon Bali sebagai tema lukisannya. Dia justru melakukan aprosiasi karya pada karya-karya pelukis seperti Jackson Pollock dan Willem de Kooning. Dia juga selalu bersikap kritis terhadap hegemoni praktik seni makanya dia selalu menolak mengikuti pasar dan arus seni. Sebelumnya dia pernah menderita depresi berkepanjangan yang justru membuatnya bisa berkarya. Dalam sebuah wawancara dia pernah berkomentar kalaulah seandainya dia “normal”, dia tidak akan pernah menjadi seniman.

Pada Origen’s Gambit, Gede Mahendra Yasa memperkenalkan konsep alam semesta paralel yang mempertemukan karya-karya ikonik seniman dunia. Pada karyanya ini Gede Mahendra Yasa seolah menegaskan selalu ada kaitan antara era seni yang sebelumnya dengan yang sekarang. Feel yang sama pernah digoreskan Gede Mahendra pada karya sebelumnya yaitu After Paradise Lost (2014-2016). Origen’s Gambit terjual di angka HK$ 1.750.000 di Christie’s Hong Kong, 26 November 2017.


8.  The Dark Cloud Existed Only Two Second (2012) – HK$ 1.500.000 (US$ 192.450)

Lukisan ini terjual seharga HK$ 1.500.000 pada 28 Mei 2017 di Christie’s Hong Kong. Christine Ay Tjoe merekam dan merespons sentimental manusia secara universal ke dalam The Dark Could Existed Only Two Second. Ada pesan tersirat dalam setiap sapuan kuasnya, selalu ada harapan dalam setiap keputusasaan.


9. Cakrawala Warna #8 (Colour Horizon #8) (2012-2016) – HK$ 1.225.000 (US$ 157.533)

Banyak yang menertawakan kolektor Oei Hong Djien ketika di tahun 90-an dia membeli karya Rudi Mantofani (1973). Siapa sangka, namanya sebagai seniman kontemporer meroket. Menurut Oei, Rudi adalah seniman yang tidak pernah melakukan pengulangan dalam berkarya. Pada 2 April 2017, Cakrawala Warna #8 (Colour Horizon #8) terlelang di Sotheby’s Hong Kong seharga HK$ 1.225.000.


10. Harmonic Tremor (2016) – HK$ 750.000 (US$ 96.525)

Pada 3 April 2017 lalu, Harmonic Tremor karya Arin Dwihartanto Sunaryo (1978) terjual dengan nilai HK$ 750.000 di balai lelang Sotheby’s Hong Kong. Karya ini sekaligus wujud penghormatan Arin kepada Jackson Pollock dan Sam Francis, maestro untuk lukisan abstrak ekspresionist. Karya-karya Arin termasuk yang paling dicari oleh kolektor dunia, salah satunya adalah Museum Solomon R. Guggenheim di New York.

Pujian untuk Arin sebagai seniman kontemporer yang melewati masanya datang dari Matthias Arndt pemilik Arndt Gallery di Berlin, “Karya-karya Arin menggambarkan perkembangan seni kontemporer sekarang ini dan menjelaskan Indonesia secara universal,” kata Matthias dalam wawancaranya dengan nytimes.com.
( sumber )

No comments: