5.02.2017

>> KISAH DRAMATIS KEHIDUPAN PELUKIS TERKENAL PAUL GAUGUIN

Eugène Henri Paul Gauguin, seorang seniman Post-Impressionist asal Prancis juga mengalami nasib yang sama Seperti Vincent van Gogh. Ironisnya, dimana karya-karyanya baru dihargai setelah dia meninggal. Padahal Gauguin punya pengaruh besar dalam karya-karya banyak seniman modern bernama besar, seperti Pablo Picasso dan Henri Matisse. Karya-karya Gauguin baru dianggap penting setelah pelukisnya meninggal

Hubungan Gauguin dengan Picasso adalah awalnya hubungan antara seniman dengan penggemarnya. Picasso yang jadi penggemarnya ketika itu, dan mereka bertemu karena seorang pematung asal Spanyol Paco Durrio di Paris, yang juga adalah sahabat Gauguin. Durrio pernah mencoba membangkitkan Gauguin dari kemiskinan dengan mempromosikan karyanya di Paris.

Gauguin dan Vincent Van Gogh pernah dekat, tapi hubungan mereka penuh dengan pertikaian. Keduanya sama-sama pernah punya keinginan bunuh diri karena depresi, dan mereka pernah menghabiskan waktu selama 9 minggu bersama di tahun 1888 karena melukis di Yellow House di Arles. Pada suatu petang tanggal 23 Desember 1888 saat menderita sakit juga frustrasi, Van Gogh mengkonfrontasi Gauguin dengan pisau silet, ingin tahu apakah Gauguin berniat meninggalkan Yellow House. Karena panik, Gauguin lari ke sebuah hotel.  Sementara itu, Van Gogh memotong bagian bawah lubang telinga kirinya, lalu dibungkusnya dengan tissue dan diberikan kepada seorang pelacur bernama Rachel untuk disimpan.

Gauguin lalu meninggalkan Arles, dan beberapa hari kemudian Van Gogh dirawat di rumah sakit. Nggak ada yang tahu dengan pasti sebenarnya, apakah Van Gogh memotong kupingnya sendiri atau sebenarnya Gauguin yang memotong kuping Van Gogh. Namun, sejak saat itu mereka sudah ntidak pernah bertemu lagi, tapi tetap berkorespondensi. Di tahun 1889 Gauguin membuat sebuah potret yang berjudul “Jug in the form if a Head, Self-portrait” yang menggambarkan hubungan traumatisnya dengan Van Gogh.

Itu hanya salah satu contoh dari kehidupan Gauguin yang dramatis, karena masih banyak lagi penderitaan yang dialami oleh Gauguin semasa hidupnya, seperti misalnya 2 dari 5 orang anak dari istri pertamanya meninggal karena pneumonia meninggal ketika Gauguin masih hidup. Dan Gauguin mempunyai 3 orang anak lainnya dari 3 orang gundiknya, dan kebanyakan dari anak-anak Gauguin tumbuh menjadi seniman.

Gauguin meninggal di usia yang relatif masih muda, 54 tahun, bukan karena penyakit sifilis yang dideritanya, tapi karena overdosis morfin yang menghentikan jantungnya.

Tapi tidak lama setelah dia meninggal, lukisan-lukisannya malah diborong oleh seorang kolektor asal Rusia, Sergei Shchukin dan dipamerkan di Pushkin Museum dan Hermitage. Karya Gauguin jarang dijual, tapi sekalinya dijual harganya sangat mahal, mencapai $39.2 juta. Yang meraup keuntungan setelah Gauguin meninggal adalah orang-orang lain, bukan keluarganya.

Peninggalan dan warisan Gauguin untuk anak-anaknya memang bukan berupa harta yang melimpah, tapi darah seninya. Bukan hanya kepada anak-anaknya, pengaruh Gauguin juga terasa di banyak karya seniman-seniman dunia masa kini. Gauguin pernah mengatakan, “Tanpa seni, tidak mungkin ada keselamatan.” Nyatanya, seni tidak dapat menyelamatkan hidup Gauguin dan keluarganya dari kemiskinan ketika itu.

Gauguin adalah seorang pencari makna hidup. Dia mencarinya melalui seni, dan baru menemukannya atau lebih tepatnya baru ditemukan setelah ia meninggal.

No comments: